Cinta
berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat. Miskonsepsi pertama yang ditentang
Bowman adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan perasaan belaka. Betul,
kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian
hari, kita diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat. Bohong besar kalau
kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang sesungguhnya
terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan,
dan deal kelompok dari mana kita berasal.
Bohong
besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta, dan tidak
bisa dimintai pertanggungan-jawab bila perbuatan-perbuatan impulsif itu
berakibat buruk suatu ketika nanti. Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita
jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan. Cinta membutuhkan proses, Bowman juga
menolak anggapan cinta bisa berasal dari pandangan pertama. "Cinta itu
tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks,” katanya.
CINTA
BUTUH WAKTU
Untuk
tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi memang tidak mungkin kita
mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja. Cinta
tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang
hanya ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap
hidup dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru. Yang
mungkin terjadi dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah
pasangan terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai
tergila-gila. Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa
menempuh masa jeda. Dalam kasus "cinta pada pandangan pertama",
banyak orang tidak benar-benar mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta
pada konsep cinta itu sendiri. Sebaliknya dengan orang yang benar-benar
mencinta, mereka mencintai pasangan sebagai personalitas yang utuh.
CINTA
BERBAGI, TIDAK MENGONTROL
Cinta
tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi bukan cinta namanya bila kita
berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah
demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta tidak menganggap kekasih sebagai
atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan untuk berbagi, juga untuk
mengidentifikasi diri. Bila kita berkeinginan menguasai kekasih (membatasi
pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya berbusana)
atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan
dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima cinta.
BUATLAH
CINTA ITU KONSTRUKTIF
Individu
yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus demi
(kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan
merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan yang jatuh cinta impulsif. Bukannya
berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu makan, dan
minat terhadap masalah sehari-hari. Yang dipikirkan hanya kesengsaraan pribadi.
Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan impian itu bisa menjadi subsitusi
kenyataan.
CINTA
TIDAK MELENYAPKAN SEMUA MASALAH
Penganut
faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan cinta itu obat
bagi segala penyakit (panacea). Kemiskinan dan banyak problem lain diyakini
bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta tidaklah seajaib
itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi masalah.
Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar bisa dicarikan
jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang (berarti tidak benar-benar
mencinta) cenderung membutakan mata saat tercegat masalah. Alih-alih bertindak
dengan akal sehat, dia mengenyampingkan problem.
CINTA
CENDERUNG KONSTAN
Ya,
cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan kita
pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh kita merasa kekasih lebih
hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita mengidealisasikannya, bukan
melihatnya secara realistis. Lantas saat kembali bersama, kita memandang
kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala bayangan hebat itu. Sebaliknya
berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita berdekatan dengannya
dan tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia jauh. Hal sedemikian menandakan
kita terkecoh oleh daya tarik fisik. Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan
jauh dari pasangan, kita menyukainya dalam kadar sebanding.
CINTA
TIDAK BERTUMPU PADA DAYA TARIK FISIK
Dalam
hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita menyukai
kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya. Saat
jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik.
Kontak fisik, ketahuilah, hanya terasa menyenangkan bila kita dan pasangan
saling menyukai personalitas masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan
nafsu, bila kita menganggap kontak fisik hanya memberi sensasi menyenangkan
tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi terwujud belakangan saat hubungan kian
dalam. Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.
CINTA
TIDAK BUTA
Cinta
itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan menyadari sisi
buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan mentolerir.
Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan itu haruslah
didasari perhatian dan maksud baik. Tidak boleh ada kritik kasar, penolakan,
kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski pasangan sangat buruk,
orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan
memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya
karena pasangan punya secuil keburukan yang sangat mungkin bisa diperbaiki.
CINTA
MEMPERHATIKAN KELANJUTAN HUBUNGAN
Orang
yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan kekasih.
Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa mungkin dia
melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan memajukan
hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras menyenangkan
kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar kekasih menerimanya,
sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang yang mencinta menyenangkan
pasangan untuk memperkuat hubungan.
CINTA
BERANI MENYATAKAN HAL YANG TIDAK DISUKAI
Selain
berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta memiliki
perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan hal yang
tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata
"tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu.
www.google.com
1 komentar:
5 Maret 2011 pukul 07.13
menarik,
Posting Komentar