Di sebuah
daerah tinggal seorang saudagar kaya raya. Dia mempunyai seorang batur (baca:
hamba sahaya) yang sangat lugu - begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si
bodoh.
Suatu kali
sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan miskin untuk menagih
hutang para penduduk di sana. "Hutang mereka sudah jatuh tempo," kata
sang tuan. "Baik, Tuan," sahut si bodoh. "Tetapi nanti uangnya
mau diapakan?" "Belikan sesuatu yang aku belum punyai," jawab
sang tuan.
Maka pergilah
si bodoh ke perkampungan yang dimaksud. Cukup kerepotan juga si bodoh
menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi receh uang hutang dari para
penduduk kampung. Para penduduk itu memang sangat miskin, dan pula ketika itu
tengah terjadi kemarau panjang.
Akhirnya si
bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya. Dalam perjalanan pulang ia teringat
pesan tuannya, "Belikan sesuatu yang belum aku miliki." "Apa,
ya?" tanya si bodoh dalam hati. "Tuanku sangat kaya, apa lagi yang
belum dia punyai?" Setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan
jawabannya. Dia kembali ke perkampungan miskin tadi. Lalu dia bagikan lagi uang
yang sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk. "Tuanku, memberikan
uang ini kepada kalian," katanya.
Para penduduk
sangat gembira. Mereka memuji kemurahan hati sang tuan. Ketika si bodoh pulang
dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala.
"Benar-benar bodoh," omelnya.
Waktu berlalu.
Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian pemimpin karena
pemberontakan membuat usaha sang tuan tidak semulus dulu. Belum lagi bencana
banjir yang menghabiskan semua harta bendanya. Pendek kata sang tuan jatuh
bangkrut dan melarat. Dia terlunta meninggalkan rumahnya. Hanya si bodoh yang
ikut serta. Ketika tiba di sebuah kampung, entah mengapa para penduduknya
menyambut mereka dengan riang dan hangat; mereka menyediakan tumpangan dan
makanan buat sang tuan.
"Siapakah
para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati
menolongku?" tanya sang tuan. "Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih
hutang kepada para penduduk miskin kampung ini," jawab si bodoh.
"Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang belum
tuan punyai. Ketika itu saya berpikir, tuan sudah memiliki segala sesuatu. Satu-satunya
hal yang belum tuanku punyai adalah cinta di hati mereka. Maka saya membagikan
uang itu kepada mereka atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta mereka."
0 komentar:
Posting Komentar